Kategori
Bandung Canda Film Kebijakan Keluarga Pemikiran Sunda Tokoh

Indonesia adalah “Gadis Jujur” yang diperebutkan “kumbang kumbang jantan”

Menyitir kata-kata almarhum Kang Ibing, Indonesia adalah seperti “Gadis Jujur” yang diperebutkan “kumbang kumbang jantan”. Sebagai gadis cantik dan menarik, Indonesia harus memperhatikan sejarah kekuatan, kebijakan dan kearifan Malahayati, Nyi Ageng Serang, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Dewi Sartika dan sebagainya untuk menghadapi mereka.

Dikutip dari Center for Preventive Action (CFR), menyatakan bahwa “Indonesia bisa menjadi mitra keamanan penting dengan tujuan yang lebih besar untuk investasi dan perdagangan AS dalam beberapa tahun mendatang.” Kurlantzick menjelaskan bahwa hubungan dengan Jakarta “mencapai tujuan-tujuan penting bisa menjadi aset jika hubungan Washington dengan negara-negara mayoritas Muslim lainnya tidak akan terancam dengan mengubah kebijakan imigrasi AS. Menjaga hubungan yang produktif dengan negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia ini dapat membantu para pejabat. AS berpendapat bahwa kebijakan imigrasi yang baru bukanlah penghalang untuk bekerja dengan negara-negara mayoritas Muslim tetapi hanya upaya untuk menghentikan gerilyawan memasuki Amerika Serikat.

Dilain fihak, di sebelah Utara kepulauan Natuna, beberapa tahun belakangan China gencar menggelontorkan dana buat membangun pulau-pulau reklamasi yang dijadikan pangkalan militer. Beberapa waktu lalu mereka juga sudah mengirim pasukannya ke sejumlah fasilitas militer.

Bagaimana Indonesia menjaga ketegangan maritim dari mendefinisikan hubungannya dengan Cina Richard Heydarian menulis bahwa ketika negara Asia Tenggara mulai menyatakan minatnya, negara itu dapat berselisih dengan Beijing Untuk saat ini, kebijakan standar Jakarta adalah untuk memperkuat peran negara sebagai kekuatan penyeimbang di antara kekuatan-kekuatan yang bersaing.

Dalam kaset “Kang Maman Mencari Gadis Jujur”, yang rekamannya bisa ditemukan di Youtube Diceritakan Kang Maman (Kang Ibing) menemui tukang becak (Aom Kusman) dan menegur: Permisi, selamat siang Om! Tukang  becaknya bingung dipanggil Om. Lalu Kang Maman berkata: “Maaf, saya mau minta tolong! Saya dari kampung. Saya baru sekali ke kota. Minta tolong pacar saya hilang.” 

Tukang Becak: “Laporan kehilangan sama polisi, bukan sama tukang becak”. Lalu diulang lagi, saya datang dari kampung, minta tolong, laporan pacar saya hilang!” 

Baru kemudian dijelaskan pacarnya kabur ke kota dan Kang Maman mau mencari pacarnya. Pacar saya di mana? Tukang becak: “Saya nggak tahu! Kang Maman: “Saya juga nggak tahu!”

Kira-kira demikian karakter lawakannya

Kalau ditanya siapa pelawak favorit saya, ingatan melayang pada 1970-an hingga 1980-an saya dan banyak pemirsa TVRI mengenal nama Kang Ibing, salah seorang pelawak dari grup lawak De’Kabayan yang juga favorit saya.

Penampilan grup ini beranggotakan lima orang, selain Kang Ibing terdapat nama Aom Kusman, Suryana Fatah, Wawa Sofyan dan Mang Ujang sejak pertama kali tampil di TVRI, seperti acara Kamera Ria, selalu saya ikuti dan juga keluarga saya.

Kang Ibing selalu tampil dengan kopiah dan kain sarung, memerankan karakter Kang Maman, urang Sunda bersosok lugu, saking lugunya kerap membuat jengkel dan menjadi kekuatannya memancing tawa.

Kang Ibing punya latar belakang yang menarik, keturunan menak bernama Raden Aang Kusmayatna Kusiyana Samba Kurnia Kusumadinata, yang baru saya ketahui duduk di bangku kuliah. Pria kelahiran Sumedang, 20 Juni 1946 ini adalah sarjana Sastra Rusia, Universitas Padjadjaran.

De Kabayan was a comedy group from Bandung which consisted of 5 personnel. Each of its members has its own characteristic. First, there’s Kang Maman (played by Kang Ibing), an overly simple sundanese village people. The second one is Aom Kusman who usually acted as the “playmaker” who drives the story, and always the sanest person in the entire story.Third, Koh Holiang (played by Suryana Fatah), a super stubborn person of chinese ethnicities. Fourth, Mas Sastro (played by Wawa Sofyan), a Javanese people. Last, there is Mang Ujang who usually played the role of a mentally ill person and an elder, or even both of them in one story

Oleh djadja

Seorang hamba Allah, ayah, suami, kepala rumah tangga (Commander In Chief), praktisi pendidikan, manajemen dan telematika yang mencoba merunduk di ladang ibadah

Tinggalkan komentar